Pengurus Asosiasi Kabupaten (Askab) Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Sangihe periode 2018- 2022 akan segera mengakhiri masa jabatanya.

Selama masa kepengurusan periode sekarang dapat dikatakan sepak bola Sangihe bergairah dan sedikit mengobati rasa dahaga para pencinta kulit bundar dengan beberapa event berbaju open tournament baik diseleggarakan oleh Askab PSSI maupun organisasi lain.
Paling anyar dan sedang berlangsung pertandingan sepak bola saat ini. Hajatan yang dibesut oleh bapak dan ibu polisi dalam rangka HUT Bhayangkara dikomandai oleh Kapolres Sangihe AKBP Denny Welly Wolter Tompunuh.
Menjadi event sepak bola prestisius di daerah perbatasan sekaligus mencatat sejarah sebagai open tournament dengan penghargaan (hadiah) terbesar di Sulut dan saya harus menyebutnya ide ‘orang gila’ bola.
Kembali Ke PSSI
Secara organisasi tantangan terbesar organisasi yang didirikan 19 April 1930 salah satu pendirinya Opa Mangindaan ayah dari mantan Gubernur Sulut yang akbrab disapa om Lape adalah prestasi.
Namun, tak kalah menantangnya bagaimana sepak bola menjadi industri sehingga mampu memberikan jaminan penghidupan yang layak dan masa depan bagi pelaku sepak bola.
Juga tidak hanya Industrisasi harus jadi tantangan bagi kepengurusan Askab Sangihe kedepan, tetapi fungsi pembinaan yang harus jalan dan ditingkatkan.
Tentu tidak mudah bila berurusan dengan masalah pembinaan karena butuh dana pembinaan yang tidak sedikit sementara kita tau bersama dana pembinaan yang dikucurkan pemerintah melalui induk olahraga KONI hanya sengkodo (kecil dan sedikit).
Maka, jika fokus pembiayaan Ketua dan pengurus Askab Sangihe kedepan hanya dana dari pemerintah dapat dipastikan kepengurusan tersebut gagal dan status sepak bola di Sangihe hanya sebagai hiburan, tidak lebih.
Baca Juga: Di Sangihe, Masamper dan Musik Bambu Butuh Wadah
Politisasi Ketua Askab PSSI
Ini yang menarik di negeri kita, pemilihan apapun termasuk organisasi, tidak lepas dari intervensi politik. Jangankan jabatan Ketua Askab PSSI, pemilihan ketua organisasi mengurus kerajaan Sorga di dunia pun tergantung restu ‘tangan tuhan’.
Memang jabatan Ketua PSSI disemua tingkatan, sangat seksi di mata politisi, teknokrat, birokrat maupun pengusaha yang ingin berkarir di politik sebab memiliki arena yang luas dan lebar untuk panggung popularitas.
Apakah itu salah? Tentu tidak. Sebab semua hal di tanah air ini, ditentukan oleh keputusan dan kebijakan politik. Menjadi salah mana kalah, hanya menjadikan jabatan organisasi sebagai mesin pendongkrak popularitas tanpa peduli pengembangan dan tujuan organisasi.
Bagaimana Dengan Askab PSSI Sangihe ?
Dalam catatan saya, sejak kepemimpinan dimulai dan akan segera berakhir bung Michael Thungari dkk, mampu menjalankan fungsi organisasi dan berhasil secara program.
Di tangan politisi muda yang disebut- sebut bakal calon Bupati Sangihe 2024 ini, berhasil mengorbitkan 5 talenta muda sepak bola asal Sangihe dalam perhelatan PON 2021, sekaligus MT sapaan akrabnya didapuk sebagai manager tim PON Sulut.
Selain itu, ada 1 pemain yang berkipra sebagai pemain profesional di Liga 1 dan 1 pemain di Liga 2 serta PERSIS di peringkat 3 Liga 3 (amatir) zona Sulut.
Baca Juga: Rinny Tamuntuan dan Kasih Ibu Sepanjang Masa
Secara organisasi pun, kepengurusan berhasil mengorganisir semua pengurus lengkap walaupun bertumpuh pada 3 pengurus inti (KSB) dan jajaran Exco mungkin seperti itu statunya.
Kedepan, pengurus baru Askab PSSI Sangihe memiliki tugas dan tanggungjawab yang tidak ringan, terutama bagaimana membuat sepak bola di Sangihe diminati sebagai profesi tidak hanya sekedar hobby.
Butuh ‘Orang Gila’
Untuk menarik minat bakat talenta muda Sangihe agar melirik sepak bola sebagai profesi, jadi salah satu tantangan yang harus mampu ditakhlukan pengurus Askab PSSI Sangihe yang baru.
Sehingga dibutuhkan ‘orang gila’ untuk menjadi Ketua Askab PSSI Sangihe yang mampu menjawab tantangan zaman merubah paradigma lama terhadap sepak bola dari hanya sekedar dijadikan sebagai perekat kebersamaan ke-era sepak bola sebagai pilihan untuk dijadikan profesi.
Difase ini peran ‘orang gila’ yang siap berkorban waktu, tenaga terlebih finansial sangat diharapkan dalam pembinaan untuk menghasilkan pesepak bola dengan kualitas mumpuni karena Sangihe tidak kekurangan talenta tetapi kekurangan orang yang mau berkorban untuk membesarkan dan membuat talenta bersinar serta menemukan jalannya.
Juga sangat mustahil, jangankan Askab PSSI Sangihe, PSSI Nasional pun terseok- seok dalam menemukan formulasi tepat industrisasi sepak bola karena sampai hari ini pun sangat sedikit klub sepak bola di tanah air memiliki finansial yang sehat.
Sekali lagi, peran ‘orang gila’ membuka ruang dan jalan bagi talenta hasil binaan sangat penting dan mendesak dilakukan pengurus Askab PSSI Sangihe yang baru.
Ketua Askab PSSI Sangihe yang baru harus memiliki jejaring yang luas di dunia sepak bola tidak sekedar mengepalkan tangan lalu berteriak salam olahraga, setidaknya punya akses dan mampu melobi klub- klub profesional sehingga talenta- talenta hebat hasil binaan mampu diserap dan didistribusikan kepada klub- klub tersebut dan dampaknya semakin banyak anak Sangihe memilih sepak bola sebagai profesi.
Pertanyaan: apakah Ketua Askab PSSI Sangihe saat ini yang akan segera mengakhiri periodesasinya masuk kategori ‘orang gila’ silakan masing- masing menjawab sesuai perspektifnya, tentu harus obyektif jangan berdasarkan suka atau tidak suka.
Saya pribadi menilai, ketua saat ini masih ‘setengah gila’ belum ‘gila’ beneran, mungkin bisa saja akan jadi ‘gila benar’ jika dipercayakan untuk periode kedua atau para pemegang hak suara langsung memilih figur ‘gila’ sejak awal?
Arena Muskab akan menjawab demi kejayaan sepak bola di Sangihe.