Global, Lintasutara,com – Presiden AS Joe Biden dan para pemimpin Uni Eropa (UE) masih menyimpan satu sanksi ekonomi terakhir terhadap Rusia, yakni memblokir Rusia dari Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT).
Melansir New York Times, Jumat (25/2/2022), SWIFT adalah institusi kerja sama keuangan global yang menyediakan jaringan telekomunikasi keuangan yang digunakan institusi keuangan dan perbankan di seluruh dunia.
Berlokasi di Belgia, SWIFT mengatur jalannya transaksi keuangan lintas batas. Sistem SWIFT dilaporkan menghubungkan lebih dari 11.000 institusi keuangan di seluruh dunia dan menerima rata-rata 42 juta pesan transaksi setiap hari untuk memungkinkan pembayaran bernilai tinggi.
SWIFT diibaratkan sebagai senjata “nuklir” dalam hal sanksi. Jadi, jika Rusia dikeluarkan dari jaringan keuangan ini, maka negara itu akan hampir terisolasi atau akses ke sebagian besar sistem keuangan global akan terputus.
Baca Juga: Presiden Putin Ancam Negara yang Ikut Campur dalam Konflik Rusia-Ukraina
Sejauh ini, AS dan Uni Eropa telah menjatuhkan sejumlah sanksi ekonomi terhadap Rusia, seperti larangan ekspor ke Rusia, sanksi terhadap bank-bank Rusia dan perusahaan milik negara itu.
Namun, Presiden Joe Biden memutuskan tidak menggunakan SWIFT untuk menghukum Rusia. Pasalnya, sejumlah pemimpin negara Uni Eropa masih belum sependapat terhadap penjatuhan sanksi ekonomi paling berat ini.
Menurut Biden, sanksi yang dijatuhkan AS dan sekutu sekarang sudah sesuai. “Mari kita lihat dalam sebulan ke depan apakah sanksi ini bekerja,” kata Biden, dikutip dari AP, Jumat (25/2/2022).
Dorongan untuk mendepak Rusia dari SWIFT datang dari Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson.
PM Johnson mengatakan “tidak ada lagi jalan kembali” dan mendorong negara-negara Barat menggunakan sanksi ini untuk melawan Rusia.
Ukraina juga mengusulkan penjatuhan sanksi yang sama, namun ditolak Uni Eropa.
Penolakan keras datang dari Jerman. Kanselir Jerman Olaf Scholz memilih untuk tidak memasukkan sanksi SWIFT dalam paket sanksi Uni Eropa.
Sementara itu, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengatakan, beberapa negara di Eropa enggan untuk mengeluarkan Rusia dari jaringan SWIFT karena hal ini juga dapat berdampak buruk bagi mereka.
“Larangan (Rusia di jaringan SWIFT) adalah pilihan terakhir,” kata PM Rutte.
Baca Juga: Imbas Invasi Rusia Ke Ukraina, Uni Eropa Berencana Jatuhkan Sanksi Paling Berat
Dukungan kepada Joe Biden terkait penjatuhan sanksi besar-besaran terhadap Rusia disampaikan para legislator AS, bahkan dari partai Republik. Meskipun banyak juga yang meragukan jika sanksi ini dapat berhasil mengingat Rusia memiliki cadangan devisa sebesar 630 miliar Dolar AS.
Dengan cadangan devisa sebesar itu memungkinan Rusia bertahan untuk sementara waktu dari serangan sanksi Barat.
Sementara itu, ancaman sanksi bertubi-tubi dari AS dan sekutu tidak membuat Presiden Putin bergeming. Usai mengambil alih Donetsk dan Donbas, Putin memerintahkan serangan ke beberapa kota, bahkan serangan juga menghantam Kiev, Ibu Kota Ukraina.
Sebanyak 137 warga Ukraina dilaporkan meninggal dunia akibat serangan itu dan 316 orang terluka.
(am)