Sangihe, Lintasutara.com – HUT Daerah dan pesta adat Tulude, merupakan 2 rangkaian moment spesial bagi Kabupaten Kepulauan Sangihe yang selalu terlaksana penuh gegap gempita tiap tanggal 31 Januari tiap tahunnya.
Makanya, sudah sepantasnya pelaksanaan HUT daerah kepulauan Sangihe dan pesta adat Tulude ditahun 2021 memiliki kesan yang begitu berbeda bagi masyarakat Sangihe, imbas pandemi Covid-19 yang membatasi banyak hal, termasuk gelaran HUT ke-596 Tahun dan Tulude yang tahun pada tahun ini mengalami ‘pemangkasan’ rangkaian acara sedemikian banyak, termasuk kehadiran peserta yang tidak lebih dari 100 orang.

Dalam pantauan awak media, pada gelaran pesta adat kali ini, Minggu (31/01/2021) hanya ada tiga ritual yang dilaksanakan, yakni Kakumbaede (Kata-kata adat), Menahulending Mengundang Banua (Ritual doa untuk menjaga Sangihe dari marabahaya) dan Menahulending Tembonange (Ritual doa untuk pimpinan daerah), serta ritual pamuncak Pemotongan kue Adat Tamo.
Adapun gelaran seni budaya lain dilaksanakan seminimal mungkin, semisal untuk tarian Salo (Semacam tari perang Sangihe) yang hanya dilaksanakan satu babak saja, dengan hanya menampilkan dua penari saja.

Meski demikian, Bupati Kepulauan Sangihe menekankan bahwa kondisi yang terjadi hari ini (Pandemi, red) tidak serta merta menggerus kecintaan masyarakat terhadap Adat Sangihe, malah menjadi pemantik untuk terus menjaga dan merawat Adat Istiadat nan sakral negeri Tampungang Lawo ini.
“Kearifan lokal masyarakat Sangihe merupakan hasil dan bukti dari sejarah perjalanan panjang kehidupan masyarakat adat Sangihe selama 596 tahun ditahun 2021 ini. Diberanda terdepan NKRI bahkan diseluruh daerah di Indonesia, kearifan lokal ini terus tumbuh dan lestari, seperti yang kita lakukan ini,” ungkap Bupati.

Sebagai identitas dari keberagaman budaya dan wadah pemersatu bagi masyarakat Nusa Utara, lanjutnya, sudah sepantasnya juga upacara adat Tulude sebagai peninggalan leluhur menjadi penangkal arus modernisasi guna menjaga khasanah kearifan lokal.
“Budaya harus terus mengakar kuat dalam menghadapi arus globalisasi sekaligus memupuk rasa kebersamaan, kekeluargaan, persaudaraan dan aset primer daerah dibidang pariwisata.

Dan kita sebagai pelaku dalam karya pelestarian budaya daerah yang terintegrasi dengan kebudayaan nasional, wajib mengaplikasikan kebanggaan akan keberadaan budaya kita dalam kehidupan sehari-hari, seperti membiasakan penggunaan bahasa Sangihe,” kunci orang nomor satu Sangihe ini.

(Advetorial)