Lintasutara.com – Kabupaten Kepulauan Sangihe bersiap menghadapi perubahan besar dalam wajah ekonominya. Dua raksasa ritel nasional, Alfamart dan Indomaret, dikabarkan tengah melirik peluang untuk membuka jaringan toko mereka di wilayah perbatasan utara Indonesia ini.
Di balik janji modernisasi dan pertumbuhan ekonomi, muncul suara-suara resah dari masyarakat bawah. Para pelaku UMKM, pedagang pasar, dan pemilik warung kelontong khawatir kehadiran ritel modern bisa merenggut penghidupan mereka.
“Memang kita ingin ekonomi berkembang, tapi jangan sampai warung kecil mati pelan-pelan,” ungkap pedagang sembako di Pasar Towo’e, saat ditemui tim Suara Sangihe.
Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. Di beberapa daerah lain di Indonesia, riset membuktikan bahwa kehadiran minimarket modern berdampak langsung terhadap penurunan omset warung tradisional hingga 50 persen lebih.
Namun di sisi lain, ada optimisme. Pemerintah daerah melihat peluang peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak dan retribusi usaha. Tak hanya itu, potensi penyerapan tenaga kerja lokal juga menjadi nilai tambah. Lulusan SMA/SMK yang selama ini kesulitan mendapat pekerjaan bisa diserap sebagai karyawan toko.
“Kita tidak bisa menutup diri dari kemajuan, tapi regulasi harus kuat. Ritel modern jangan sampai berdiri seenaknya tanpa memperhatikan kondisi UMKM lokal,” tegas seorang anggota DPRD Sangihe yang enggan disebut namanya.
Pemerhati ekonomi lokal pun mengingatkan agar pemerintah tidak hanya sekadar membuka pintu, tapi juga menyiapkan pagar. Pagar dalam bentuk aturan zonasi, batas jarak dari pasar tradisional, hingga kewajiban ritel modern menjual produk lokal.
Program kemitraan dengan UMKM juga harus ditekankan. Jangan sampai Alfamart dan Indomaret hadir hanya sebagai konsumen tanah, bukan sebagai mitra pembangunan daerah.
Sebelumnya, dalam sambutanya pada peringatan Hari Buruh, 1 Mei 2025, Bupati Kepulauan Sangihe, Michael Thungari, menyatakan keterbukaannya terhadap kehadiran jaringan ritel nasional seperti Alfamart dan Indomaret untuk membuka cabang di Sangihe. Namun, ia meragukan kemampuan kedua perusahaan itu untuk bersaing dengan pelaku usaha lokal di tengah iklim bisnis yang dianggap sempit.
“Alfamart dan Indomaret, saya terbuka mereka datang ke Sangihe. Tetapi saya yakin mereka akan sulit bersaing dengan Megaria,” ujar Thungari.

Dibutuhkan Regulasi yang Adil
Pemerintah daerah didorong untuk bersikap bijak dan tidak gegabah dalam memberi izin ekspansi. Beberapa aktivis dan akademisi menekankan pentingnya regulasi yang membatasi lokasi gerai, jarak dari pasar tradisional, dan keterlibatan UMKM lokal dalam rantai pasok.
“Kita bukan menolak modernisasi, tapi jangan sampai yang kecil jadi korban. Idealnya, ritel modern juga wajib menyediakan rak khusus produk lokal dan menggandeng UMKM sebagai mitra,” ujar seorang akademisi
Suara Masyarakat, Suara Pembangunan
Kehadiran ritel modern di Sangihe bukan hanya soal toko dan rak barang. Ini adalah ujian kebijakan: bisakah pemerintah melindungi yang kecil sambil menyambut yang besar?
Karena di ujung utara Nusantara ini, pembangunan sejati bukan hanya soal gedung baru, tapi tentang memastikan tak ada yang tertinggal saat Sangihe melangkah maju.
Modernisasi adalah keniscayaan, namun harus dikawal dengan kebijakan yang inklusif. Rencana kehadiran Alfamart dan Indomaret di Kabupaten Kepulauan Sangihe seharusnya bukan hanya tentang izin dan bangunan, tapi tentang masa depan ekonomi masyarakat kecil.
Jika pemerintah daerah mampu mengatur dengan baik, kehadiran ritel modern bisa menjadi berkah. Sebaliknya, tanpa kebijakan yang adil, langkah ini bisa jadi awal keruntuhan ekonomi kerakyatan yang telah menghidupi banyak keluarga di kepulauan terluar Indonesia ini.
