Lintasutara.com – Kapal perintis yang melayani rute daerah perbatasan Indonesia- Philipina menjadi penggerak nadi ekonomi pulau- pulau terdepan.
Namun, kurang lebih dua bulan hingga saat ini kapal- kapal yang melayari rute antar pulau daerah perbatasan tersebut berhenti beroperasi dengan berbagai alasan.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Dirjern Perhubungan Laut sebagai fasilitator agar segera mencari solusi permasalahan yang berdampak pada kebutuhan dasar warga yang mendiami dan penjaga perbatasan.
“Kapal perintis ini harapan kami warga perbatasan dalam memenuhi kebutuhan bahan pokok, bisa dibayangkan dampaknya sudah dua bulan tidak ada kapal yang melayani rute perbatasan.
Kami meminta Kemenhub secepatnya memperhatikan persoalan ini, jangan mereka pura-pura tuli dan buta,” ujar Nathaniel warga perbatasan.
Daniel juga berharap agar pemerintah daerah (Provinsi dan Kabupaten) secepatnya mencari solusi dan tidak membiarkan hal ini berlarut- larut sampai ada dampak fatal baru ditangani.
“Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Tahuna, Dishub Kabupaten Sangihe dan Sulut jangan cuma diam, secepatnya bergerak agar persoalan perbatasan ini secepatnya teratasi dan kami sebagai warga tidak menderita,” jelas Nathaniel.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Utara melalui Kepala Bidang (Kabid) Perhubungan Laut, Stenly Patimbano mengatakan kendala yang terjadi terkait pelayanan rute kedaerah perbatasan itu dikarenakan jadwal wajib bagi kapal melakukan docking dan untuk kapal Canon Moon port stay karena adanya pengurangan dana.
Tetapi pihaknya sudah mencari solusi dengan melakukan koordinasi dengan Kemenhub agar secepatnya rute perbatasan bisa terlayani.
“Mudah- mudahan pekan ini sudah ada kapal melayani rute pelayaran perbatasan sebab Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara melalui Kadis Perhubungan sudah berkoordinasi meminta solusi agar kapal yang ada selain docking dapat dimaksimalkan untuk mengatasi masalah yang ada di rute perbatasan,” jelas Patimbano yang juga sebagai Sekretaris Umum IKISST Sulut ini.
Untuk diketahui, dua bulan terakhir warga pulau- pulau terdepan (Marore, Matutuang, Kawio, Kawaluso dan Lipang) yang juga perbatasan di Kabupaten Kepulauan Sangihe, mulai menjerit akibat terhentinya operasional kapal perintis yang selama ini melayani rute mereka dan berdampak pada ketersediaan bahan pokok.
(ts)