Sangihe, Lintasutara.com – Virus African Swine Fever atau demam babi Afrika menjadi momok menakutkan bagi sektor peternakan babi di Kabupaten Kepulauan Sangihe.
Bagaimana tidak, dari angka yang dikeluarkan Dinas Pertanian Daerah Kepulauan Sangihe, sedari bulan Juni hingga saat ini sudah ada 81 ekor ternak babi mati imbas virus tersebut.
Namun demikian, sedari pertengahan Agustus hingga bulan September diketahui sudah tidak ada laporan kematian ternak yang masuk ke Dinas Pertanian Daerah kepulauan Sangihe.
Hal ini dibenarkan Kepala Dinas, Godfried Pella, ketika dikunjungi awak media diruang kerjanya belum lama ini.
“Sudah tidak ada laporan dan kasus yang ditemukan, meski kami masih melakukan pendataan dan tindakan pencegahan seperti penyemprotan disenfektan hingga akhir September,” sebut Pella.
Meskipun begitu, dirinya menyarankan agar peternak babi sebisanya menunda dulu jika berencana kembali memulai peternakan hingga sekurang – kurangnya Januari 2023 nanti.
“Virusnya hari ini sebenarnya sudah berkurang dengan tidak adanya laporan, tapi tentu saja belum 0 persen. Karna data yang kami ambil berdasarkan laporan sehingga ada baiknya nanti dilakukan pada Januari yang diharapkan virusnya sudah benar – benar hilang,” sebutnya.
Namun, tambah dia, jika memang akan memulai kembali peternakan maka lebih bijak jika tidak membeli bibit dari luar daerah, dengan kata lain membeli anakan babi diseputaran Sangihe.
“Kalau memang mau beli bibit, disarankan jangan dulu ambil dari luar. Beli saja di lokal dengan catatan lihat wilayah yang tidak terdampak atau benar – benar aman dari virus demam babi Afrika,” lanjut dia.
Sementara itu, untuk peternak yang saat ini sudah terlanjur memulai peternakan, dirinya mengingatkan agar selalu waspada dengan meningkatkan kesadaran akan kebersihan kandang dan ternak.
“Disarankan agar tetap waspada dengan selalu menjaga kebersihan dan atau biosecurity dengan selalu menjaga kandang pun ternak tetap steril,” kuncinya.
(Gr)