Maluku Utara, Lintasutara.com — Perusahaan Raksasa yang bertempat di Desa Lelilef Kecamatan Wedah Kabupaten Halmahera tengah Provinsi Maluku Utara saling melempar tanggung jawab saat dikonfirmasi sejumlah wartawan terkait status tanah ahli waris Alexander De Gorio.
Bagaimana tidak, sejumlah wartawan yang awalnya melakukan konfirmasi melalui Via Whatsup, tidak di gubris oleh Roslina Sangaji selaku HRD PT IWIP.
Kemudian, pada hari sabtu tanggal 18 febuari 2023 menuju ke lokasi kantor oprasional PT IWIP namun di halau oleh sejumlah satuan pengamanan (Satpam) untuk bertemu dengan HRD PT IWIP Roslina Sangaji.
Menurut Kepala Satpam PT IWIP, harus buat janjian terlebih dahulu untuk bertemu. Tetapi HRD Roslina Sangaji tidak pernah mengangkat telepon bahkan tidak membalas pesan Whatsup salah satu wartawan yang ingin membuat janji untuk bertemu melakukan konfirmasi.
Selanjutnya Kepala Satpam wartawan tidak perlu datang ke lokasi oprasional, dikarenakan Ada kantor cabang di daerah. Tetapi sunnguh disayangkan, Kepala Satpam di kantor Oprasional dan Satpam kantor Cabang PT IWIP yang berlokasi di Kota Ternate bertolak pendapat.
Jakir Satpam Kantor cabang IWIP menyampaikan, kantor perwakilan tidak tau apa-apa terkait konfirmasi yang akan dilakukan oleh wartwan.
“Satpan yang di lokasi Oprasional Bodoh,! Kami disini perwakilan dari setiap Departemen, jadi tidak tau terkait konfirmasi dari bapak-bapak,” ujarnya.
Ia juga menuturkan kantor disini hanya sebagi penghubung antara kantor oprasional dan kantor di pusat.
“Jadi kami disini tidak tau menau terkait itu,” jelasnya sembari menyampaikan untuk membuat surat permohonan kepadanya untuk disampaikan kebidang yang ingin dikonfirmasi.
Diberitakan sebelumnya, Korban investasi gedongan PT IWIP diduga ternyata bukan hanya ahli waris Alexander de Gorio (AG) dan masyakarat Desa Lelilef saja, bahkan Jalan nasional yang membentang sekitar 7 km di kawasan industrial pertambangan itu juga ditengarai sudah caplok oleh perusahaan pengolah logam berat itu.
“Sesuai data yang dihimpun di lapangan, PT IWIP sudah membongkar jalan nasional yang dikelola BPJN Malut. Pembongkaran jalan nasional tersebut tanpa izin terlebih dahulu dari BPJN Malut atau Kementerian PUPR,” kata aktivis nasional Stanley Suprapto saat menghubungi team Media, Senin (21/2/2023).
Ulah perusahaan asal Cina yang diberi kepercayaan menggarap proyek strategis nasional di Weda, Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng), Malut itu menurut Stanley tidak bisa ditolerir.
“Terhadap institusi negara saja semena-mena, apalagi terhadap rakyat biasa,” tegas Stanley.
Aktivis yang kini menetap di Bandung, Jawa Barat (Jabar) itu mendapat informasi jika sudah ada pertemuan antara PT IWIP dan BPJN Malut soal dugaan pencaplokan dan pembongkaran jalan nasional.
“Katanya sudah ada kesepakatan. Pembongkaran sejak 2018, lalu PT IWIP membangun atau mengganti jalan nasional di luar area pertambangan,” ungkapnya.
Sayangnya sampai saat ini menurut Stanley belum ada serah terima jalan nasional.
“Di sini PT IWIP lagi-lagi memperlihatkan arogansinya dengan belum melakukan serah terima jalan nasional. Jadi sudah bongkar jalan tanpa izin, lalu pindahkan lokasi jalan, eh sekarang belum ada serah terima juga,” urai Stanley
Aktivis vokal ini berharap BPJN Malut tidak tinggal diam dengan aksi PT IWIP tersebut.
“Serah terima jalan itu harus dilakukan secepatnya,” ujar Stanley.
Sayang Kepala BPJN Malut, Herdianto Arifin sampai berita ini diturunkan belum memberikan pernyataan. Namun begitu, sumber terpercaya grub media di Ternate membenarkan kicauan Stanley tersebut.
“Memang seperti itu juga yang kami ketahui. BPJN Malut kabarnya sudah bersurat beberapa kali ke pimpinan PT IWIP. Keterangan lengkapnya semoga bisa disampaikan Kepala BPJN Malut. Tidak perlu ragu, semua masyarakat Malut mendukung penyerahan jalan nasional itu kembali,” ujar sumber yang tidak ingin namanya dipublish.
Sebelum kicauan Stanley soal dugaan pencaplokan dan pembongkaran jalan nasional itu, para ahli nasional AG sudah menyampaikan kisah kelam mereka. Kisah itu tentang lahan milik AG yang saat ini sudah menjadi area perkantoran, smelter, power plan dan kegiatan yang berkaitan dengan pertambangan PT IWIP.
“Sejak dulu sampai saat ini belum pernah ada pengalihan, apalagi penjualan terhadap lahan yang di atasnya sudah berdiri kantor, smelter dan power plan PT IWIP. Kami menuntut keadilan atas tanah leluhur kami AG dan Usman de Gorio,” ujar Johan de Gorio, salah satu ahli waris AG.
Johan dan empat ahli waris AG lainnya yakni Sarah de Gorio, Muchlis de Gorio, Jufri de Gorio dan Nurdiana de Gorio lewat media menyampaikan curahan hati mereka ke Presiden Jokowi. “Pak Jokowi tolong kami rakyat kecil. Pengadilan Agama Soasio sudah menetapkan kami sebagai ahli waris yang sah atas tanah tersebut. Namun belum ada upaya untuk membayar ganti rugi kepada kami,” kata Nuraina, anak dari Sarah de Gorio.
Di kesempatan terpisah sejumlah warga Desa Lelilef menuturkan kebijakan sepihak PT IWIP yang merugikan mereka. “Lahan warga dihargai sangat murah PT IWIP,” ucap Nemo Takulin, salah satu tokoh masyarakat Desa Lelilef.
Lantas apa tanggapan manajemen PT IWIP atas dugaan mencaplok lahan ahli waris AG dan jalan nasional tersebut? HRD PT IWIP Roslina Sangadji saat dihubungi tak mengangkat telepon. Sementara upaya konfirmasi secara langsung sulit. “Perlu ada janjian terlebih dahulu baru bisa masuk,” ujar salah satu security di Pintu Satu PT IWIP di Weda
(Ardy(