Diduga Ada “Kong Kali Kong”, Kelurahan Paniki Bawah Tetap Tagih Retribusi Meski Pasar di Adipura Tak Kantongi Izin

Manado, Lintasutara.com – Diduga ada “Kong Kali Kong” atas keberadaan Pasar tanpa izin usaha pengelolahan pasar tradisional (IUPPT) atau bisa disebut “liar” di jalan Adipura.

Pasalnya, pasar itu awalnya dibuka oleh pihak keluarga Saragi pemilik Hotel Vina Manado dalam bentuk bangunan Pasar Segar dan sekarang telah meluas ke lahan lainnya dan lapaknya sudah memakan bahu jalan tanpa adanya parkiran sebagai salah satu syarat pendirian pasar.

Lurah Paniki Bawah, Jeriel Tumiwa, ketika dikonfirmasi membenarkan terkait tidak adanya IUPPT untuk lokasi tersebut, sehingga pihaknya juga tidak mengeluarkan surat keterangan usaha (SKU) bagi pedagang yang mau melakukan kegiatan usaha di lokasi tersebut.

“Jika ada masyarakat yang mau membuat SKU dan saya tahu kalau lokasinya di situ, saya tidak keluarkan,” ujarnya, Senin (9/6/2022).

Lanjut Tumiwa, pihaknya sudah pernah mempertanyakan siapa yang memberikan izin untuk berjualan dan mendirikan pasar tersebut baik kepada pedagang maupun kepala lingkungan (pala) yang sebelumnya.

“Saya tanya kepada pedagang siapa yang beri izin tidak ada yang bisa menjawab. Begitu juga dengan pala lama, dia cuma jawab mereka hanya sementara di situ, namun malah sekarang bertambah banyak,” ujarnya.

Namun ternyata pihak Kelurahan Paniki Baru melalui pala baru tetap menagih retribusi sampah dengan besaran Rp40.000/karcis.

“Iya kami tetap menagih retribusi kebersihan. Karena mereka buang sampah juga di situ,” ujar pala baru, saat dimintai keterangan.

Kemudian lanjut Tumiwa, dirinya sudah menginstuksikan untuk dibongkar namun karena sudah ada pembicaraan untuk relokasi maka tidak jadi pada saat itu.

“Laku sudah ada pembicaraan dengan PD Pasar untuk dipindahkan ke Pasar Tamara. Makanya tidak jadi dibongkar. Namun ini belum juga dan sudah bertambah banyak. Jadi kalau sekarang ditertibkan kami harus meminta bantuan dari atasan atau pihak berwajib,” jelasnya.

Ketika awak media bertemu dengan keluarga Saragi, selaku pemilik lahan yang pertama ditempati untuk jualan mengakui juga kalau tidak ada izin.

“Dulunya yang ini (bangunan ex Pasar Segar) ada izin. Yang sewa pa kita pe lahan cuma sampe yang kios ada biru itu (menunjuk salah satu kios), selebihnya itu kita tidak tahu. Liar dorang,” ujarnya.

Memang, menurutnya, para pedagang yang menyewa lahannya pernah pindah berjualan di Pasar Tani di Jalan Konsolidasi, namun kembali lagi.

“Mereka bilang di sana tidak laku, mau makan apa mereka,” pungkasnya.

Dilansir dari www.ukmindonesia.com IUPPT adalah Izin untuk menyelenggarakan Usaha Pengelolaan Pasar Tradisional, yaitu pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.

Dasar Hukum harus adanya IUPPT untuk mengelolah Pasar Tradisional ialah terdapat pada Peraturan Menteri Perdagangan No.53/2008 tentang Pedoman Penataan Dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern.

(Dede/Ardy)

Bagikan:

Artikel terkait

Tinggalkan Komentar

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terpopuler

Peluang dan Tantangan Menjadi Kepala Daerah di Kabupaten Kepulauan Sangihe: Pilkada...

Suara Redaksi

Refleksi Hari Kartini: Juita Baraming, Perempuan Sangihe yang Menata Harapan Lewat...

Sangihe

Beri Pesan Tegas Usai Lantik Pj Kapitalaung, Thungari: Pemdes Denyut Utama...

Sangihe

Pahlawan Tanpa Sorotan: Dari Laut Talise, Nelayan Menjemput Nyawa Sebelum Negara...

Kolom

Dilema Data Stunting di Sangihe: Antara Fakta Lapangan dan Validitas Angka

Suara Sangihe

Terkini