
Mengunci skenario dalam kondisi penuh volatilitas membutuhkan keluwesan dan kecermatan. Luwes dalam beradaptasi dalam situasi yang setiap detik bisa memunculkan probabilitas tak terduga dan pada saat yang sama, cermat menciptakan segudang alternatif jitu dalam mengantisipasi propabilitas yang setiap saat bisa berubah.
Luwes tanpa kecermatan akan membuat kita keliru memilah antara fleksibilitas dan kebablasan. Sebaliknya, cermat tanpa keluwesan akan membuat kita kaku dalam kalkulasi dan gagal merangkul dinamika secara terukur, praktis dan membumi.
Kecakapan dalam keluwesan dan kecermatan tak di dapat dari bangku akademis secara formal. Dua aspek kecakapan tersebut adalah cetakan alami dari proses kehidupan yang alami. Intelektualitas di bangun melalui bangku pendidikan. Tapi, intuisi bertumbuh progresif karena di tempa oleh proses waktu dan pengalaman hidup. Ibarat janin, intuisi adalah hasil ovulasi antara proses kontemplasi dan refleksi personal dalam ruang realita. Keduanya saling tarik menarik menciptakan kelenturan dalam berpikir, bertutur, bersikap, bersosialisasi dalam ruang heterogen.
Pada akhirnya, lahirnya intuisi yang kian matang dalam diri seseorang bisa membuatnya menjadi sosok visioner tapi juga membumi. Di bakar dengan optimisme terukur yang tak meninggalkan kondisi realitas. Dan pada saat yang sama, memiliki rasionalisasi yang kritis dan cermat tanpa terjebak dalam kerangkeng apriori, sinisme dan apatisme.