Dukung karya jurnalisme perbatasan Lintasutara.com
Lihat
LU TV

Phobia Terhadap Cap Tikus

Cap tikus merupakan minuman tradisional yang di hasilkan dari tangkai buah pohon aren yang diolah dengan cara di rebus atau dalam bahasa lokal (diteru).

Air dari tangkai buah pohon aren tersebut pada dasarnya bukan sekedar bisa di olah menjadi cap tikus semata tetapi juga bisa diolah menjadi gula merah. Bahkan tak sedikit masyarakat lokal meminum secara langsung air hasil dari tetesan tangkai buah pohon aren “Nira” atau sering di kenal dengan kata “Saguer”.

Cap Tikus dalam Perspektif Sosiologis

Cap tikus bagi masyarakat Sulawesi-Utara bukanlah sesuatu hal yang baru, melainkan sesuatu yang telah terjadi secara turun temurun. Berdasarkan informasi melalui diskusi maupun berkunjung langsung ketempat masyarakat yang mengelola captikus, bisa ditarik kesimpulan bahwa captikus sangat memeberikan dampak baik dalam kehidupan sosial mereka. Sebagai contoh kasus ketika ada yang ingin mendirikan rumah atau acara lainnya, salah satu jamuan pokok adalah cap tikus itu sendiri.

Bagi mereka, captikus memberikan dampak yang baik sebab menciptakan kehangatan bagi tubuh bahkan sering disebut sebagai air kebersamaan. Kepercayaan akan khasiat cap tikus sangatlah kental di kalangan masyarakat Sulawesi-Utara khususnya di kabupaten Minahasa-Selatan.

Mereka mempercayai bahwa captikus bisa menyembuhkan berbagai macam jenis penyakit yang ada dalam tubuh. Hal tersebut juga di percarya secara turun-temurun “kalo cuman beringus lebe bae minum cap tikus”.

Cap Tikus dalam Perspektif Ekonomi

Cap tikus dalam perspektif ekonomi sangat jelas terlihat bisa di andalkan sebagai sumber pendapatan masyarakat sebagai contoh kasus adalah masyarakat Minahasa Selatan karena secara data, petani pohon aren yang memproduksi captikus merupakan mayoritas dari penduduk yang ada di Minahasa Selatan itu sendiri.

Masyarakat mengakui bahwa sumber penghasilan terbesar adalah mengolah nira menjadi captikus, bahkan mereka berpandangan jika tak ada captikus mungkin anak, cucu mereka tak bisa bersekolah terlebih masuk dalam perguruan tinggi.

Hal tersebut juga diperkuat dengan getolnnya anak-anak Minahasa Selatan dalam menyampaikan pendapat baik dalam ruang formal, informal maupun nonformal bahwa mereka bisa menjadi manusia yang ‘manusia’ (berpendidikan, berpangkat dll) adalah hasil daripada cap tikus itu sendiri.

Lantas, Kenapa Cap Tikus Masih Menjadi Sesuatu yang Terlarang Bahkan Terkesan Menakutkan?

Ketakutan terhadap cap tikus disebabkan minuman ini masuk dalam kategori minuman keras atau beralkohol tinggi, yang dipercaya bisa menghilangkan nalar sehat manusia “ketidaksadaran”.

Ketidaksadaran yang disebakan minuman beralkohol sering menciptakan hal yang tidak dinginkan bersama, semisal persoalan kamtibmas bahkan percekcokan yang berakhir pada hilangnya nyawa seseorang. Hal inilah yang selalu menjadi pegangan kokoh bagi para penegak hukum.

Selain itu, minuman keras juga mendapat kecaman yang kuat dari sisi religius, selain akan pandangan diatas mereka juga meyakini bahwa ketidaksadaran yang disebabkan oleh minuman beralkohol akan berujung pada ketidak baikkan. Hal diatas memanglah benar adannya jika orientasi berpikir minuman beralkohol akan berakhir pada ketidaksadaran diri.

Namun yang perlu di garis bawahi dan lebih berpikir secara mendasar bahwa minuman beralkohol tak selalu berakhir dengan ketidaksadaran diri. Ketidaksadaran diri atau bertingkah seolah di luar kendali manusia penyebab utama sebenarnya bukanlah minuman beralkohol melainkan ketidakmampuan dalam berpikir karna faktor pendidikan, ekonomi dll.

Baca Juga: Bumi Nyiur Melambai, Rakyatnya Konsumsi Sawit

Faktor pendidikan yang di maksud adalah ketidakmampuan dalam menganalisa sebuah masalah sehingga resolusi akhir adalah “barbarian”, faktor ekonomi merupakan faktor utama karena sangat kental dengan kehidupan manusia faktor yang lain adalah ketiadaan pekerjaan.

Hal ini bisa diperkuat bahwa persoalan kamtibmas, ketidaksadaran diri atau bertindak di luar kendali tak selalu dalam kondisi telah meminum minuman beralkohol. Cap tikus harusnya di posisikan sebagai minuman tradisional yang menjadi ikon sulawesi Utara kepada dunia bahwa Sulawesi-Utara memiliki minuman lokal yang tak kalah bersaing dengan minuman yang diciptakan negara lain, misalnya soju dari korea, arak dari India.

Cap tikus juga bisa di jadikan jawaban akan persoalan ekonomi serta kurangnya akan lapangan kerja yang ada di Indonesia umumnya dan khususnya di wilayah Sulawesi-Utara itu sendiri.

*Phobia berarti suatu ketakutan atau kecemasana yang terjadi secara terus-menerus.

*Tulisan ini adalah opini penulis. Seluruh konsekuensi yang muncul dari tulisan ini menjadi tanggung jawab penulis.

Bagikan:

Artikel terkait

Advertisement

Terpopuler

Heboh Dugaan Penganiayaan Wartawan, Ini Profil Kepala Stasiun PSDKP Tahuna: Martin...

Sangihe

Rokok Ilegal hingga Dugaan Penganiayaan Wartawan, Kepala PSDKP Tahuna Terjerat Kontroversi

Sangihe

Ferdy Sondakh Imbau Kader PDI-P Sangihe Bersabar

Sangihe

Dari Manado ke Panggung BPU Sangihe, Sanggar Teater Kavirsigers Bakal Sajikan...

Sangihe

Ferdy Sondakh Tegaskan Penentuan Ketua DPC PDI-P Hak Prerogatif Ibu Ketum

Sangihe

Terkini