Dukung karya jurnalisme perbatasan Lintasutara.com
Lihat
LU TV

Belum Ada Standar Baku: Penilaian Lomba Masamper Tergantung Selera Juri

Belum memiliki standar baku dijadikan rujukan, maka hasil penilaian setiap lomba Masamper hanya bergantung pada pengalaman dan selera tim juri.

Akibat belum adanya standar baku dalam penilaian lomba Masamper dan masih tergantung pada selera dan siapa yang didaulat menjadi juri, tak ayal dibeberapa event hasil penilaian menimbulkan ketidak puasan, perdebatan dan kegaduhan.

Mengingat, Masamper merupakan salah satu budaya Sangihe yang tetap lestari serta eksis menjelajah pergulatan lintas generasi dan terus mengalami perkembangan mengikuti gelindingan zaman, baik dari teknik ola vocal hingga koreografi, namun tetap dalam balutan kearifan lokal, sepantasnya memiliki standar baku penilaian untuk menentukan siapa yang terbaik pada setiap lomba yang dihelat.

Sebelum populer serta dilombakan dimana- mana dan menancapkan eksistensinya sebagai kesenian berbasis budaya, Masamper bukan hanya sekedar kumpulan bernyanyi akan tetapi memiliki histori sebagai seni yang memadukan vocal dan sentuhan gerak seirama sebagai unsur utama.

Salah satu unsur penting satu tarikan nafas dengan unsur utama bahkan menjadi ‘roh’ dalam Masamper ialah mebawalase (berbalas lagu), bila ditarik kebelakang mebawalase dalam Masamper dipengaruhi oleh seni tradisi masyarakat Sangihe; Mebawalase Sambo ( berbalas sambo) pada masa itu sambo bila dilantungkan memiliki kekuatan magis.

Karena mebawalase menjadi ‘roh’ dalam masamper maka ketepatan membalas lagu menjadi salah indikator penilaian juri, akan tetapi tidak semua juri memahami indikator penilaian ini apalagi jika yang dinilai lagu sastra daerah.

Seiring berjalanya waktu, transformasi Masamper tak bisa dihindarkan khususnya dalam menghasilkan harmonisasi nada dan irama tanpa harus meninggalkan kearifan lokal dalam semangat tradisi seni budaya.

Sehingga dalam penilaian, perlu ada standar baku agar bisa memadukan unsur modernisasi teknik vocal yang dihasilkan dengan jati diri Masamper sebagai kesenian tradisi.

Kedepan, lembaga seperti Badan Adat harus menginisiasi pelaksanaan sarasehan melibatkan semua pihak termasuk para praktisi masamper untuk duduk bersama merumuskan standar baku sebagai rujukan termasuk kriteria seperti apa yang bisa didaulat menjadi juri.

Memang setiap keputusan tidak bisa memuaskan semua pihak tapi setidaknya tidak menimbulkan perbantahan dan kegaduhan karena telah memiliki standar baku sebagai rujukan.



Bagikan:

Artikel terkait

3 KOMENTAR

  1. STANDAR PENILAIAN LOMBA MASAMPER SUDAH ADA. YANG DI RUMUSKAN MULAI DARI WORKSHOP 25 MEI 1995 DI GEDUNG GMIM PNIEL TUNA, DIMANA HASIL TSB DISEMINARKAN PADA TAHUN YG SAMA DI DINAS KEBUDAYAAN PROPINSI SULUT WKT ITU
    PERMASALAHAN YG SERING MUNCUL DARI SETIAP LOMBA MASAMPER ADALAH KE IKHLASAN PARA JURI UNTUK TUNDUK PADA POINT2 KRITERIA PENILAIAN. DAN. JUJUR UNTUK MEMBERIKAN NILAI SECARA. OBJEKTIF…PADA PESERTA . DISAMPING ITU, JURI TIDAK TERJEBAK PADA HASIL YG DIPEROLEH PESERTA PADA LOMBA2 SEBELUMNYA SEHINGGA HAL TSB TIDAK MEMPENGARUHI HASIL SAAT INI..
    INTINYA. PARA TEMAN2 JURI SELALU MENGINGAT : MATIUS. 5 : 37….
    SALAM SANTUN.

  2. Kami sangat setuju apabilah ada standar standar dalam penilaian juri dalam pertandingan masamper, semoga kedepanya lebih baik lagi jangan ada istilah Nelohopaha, dan kami mohon dgn sangat carilah juri yg profesional yg bisa memberi nilai dan bisa menerangkan apa yg harus diperbaiki pada satu persatu bagi grup yang bertanding, trimakasih

Komentar ditutup.

Advertisement

Terpopuler

Rokok Ilegal hingga Dugaan Penganiayaan Wartawan, Kepala PSDKP Tahuna Terjerat Kontroversi

Sangihe

Heboh Dugaan Penganiayaan Wartawan, Ini Profil Kepala Stasiun PSDKP Tahuna: Martin...

Sangihe

Ferdy Sondakh Imbau Kader PDI-P Sangihe Bersabar

Sangihe

Dari Manado ke Panggung BPU Sangihe, Sanggar Teater Kavirsigers Bakal Sajikan...

Sangihe

Ferdy Sondakh Tegaskan Penentuan Ketua DPC PDI-P Hak Prerogatif Ibu Ketum

Sangihe

Terkini