Dukung karya jurnalisme perbatasan Lintasutara.com
Lihat
LU TV

Menembus Indonesia Timur (Bagian 3): Weda, Denyut Ekonomi dan Bayang-bayang Sosial Baru

Dari Sofifi, perjalanan kami berlanjut ke arah selatan, menyeberang dan melintasi jalur darat menuju Kabupaten Halmahera Tengah, dengan kota Weda sebagai destinasi berikutnya.

Wilayah ini kini menjelma menjadi pusat ekonomi baru Maluku Utara berkat kehadiran kawasan industri pertambangan nikel di Weda Bay. Denyut ekonomi di kota kecil ini terasa hidup.

Truk-truk besar melintas di jalan utama, penginapan tumbuh bak jamur di musim hujan, dan toko-toko sembako hingga warung kopi tidak pernah benar-benar sepi.

Tak sulit menemukan pekerja dari luar daerah, bahkan dari luar Maluku Utara, yang datang merantau untuk mencari penghidupan di kawasan industri ini.

Weda (Lelilef dan sekitarnya) kini bukan lagi desa tenang di tepi teluk. Ia menjelma jadi kota transisi, pusat harapan sekaligus tantangan baru.

Kawasan industri di kota Weda. Foto: Ronny

Namun, seperti daerah industri lainnya, geliat ekonomi di Weda juga menghadirkan bayang-bayang persoalan sosial baru. Salah satu yang mengemuka dan mulai jadi bisik-bisik warga adalah munculnya praktik prostitusi terselubung.

“Sekarang ini banyak perempuan dari luar daerah datang, bukan semua kerja resmi. Ada yang sembunyi-sembunyi, masuk lewat kafe atau warung remang-remang,” ujar seorang warga lokal yang enggan disebutkan namanya.

Fenomena ini memang sulit dibuktikan secara langsung. Namun, cerita-cerita tentang kos-kosan yang hanya dihuni oleh perempuan muda dan sering kedatangan tamu malam hari menjadi rahasia umum yang perlahan mengganggu ketenangan sosial masyarakat Weda.

Sejumlah tokoh agama dan adat telah menyuarakan keprihatinan. Mereka khawatir arus pendatang yang tidak terkendali dan lemahnya pengawasan bisa menggerus nilai-nilai lokal dan membuat generasi muda terpapar gaya hidup instan.

“Pembangunan jangan hanya soal ekonomi, tapi juga moral masyarakat harus dijaga,” kata seorang tokoh adat di desa Lelilef saat kami singgah.

Pemkab Halmahera Tengah sendiri mengakui tantangan ini. Beberapa langkah preventif sudah mulai dibicarakan, termasuk regulasi ketat terhadap tempat usaha hiburan malam dan pembinaan terhadap warga lokal yang terdampak langsung.

Weda adalah gambaran tentang bagaimana pertumbuhan ekonomi yang cepat tanpa disertai penguatan sosial dan budaya bisa menimbulkan disorientasi. Di satu sisi membawa harapan, di sisi lain bisa menjadi pintu masuk masalah baru yang tak kasat mata.

Tantangan bagi pemerintah daerah adalah bagaimana mengelola pertumbuhan ini agar tetap berpihak pada masyarakat, tidak hanya menjadi surga bagi para investor dan pendatang, tetapi juga tetap menjaga ruh budaya dan moralitas warga lokal.

Penulis: Ronny Serang
Editor: Ronny Serang

Share:

Artikel Terkait

Advertisement

More...

Terpopuler

Pesona Padang Savana di Sudut Pulau Tagulandang

131
Views

Menembus Indonesia Timur: Perjalanan LintasUtara.com dari Manado Menuju Sofifi, Maluku Utara...

92
Views

Keindahan Senja di Pantai Lesa Kecamatan Tahuna Timur, Kabupaten Sangihe

50
Views

Sirus Base Camp Tagulandang dan Pengelolaan Wisata Bahari Berbasis Pemberdayaan

216
Views

Rosand Tour & Travel: Menghubungkan Wisatawan dengan Keindahan Sangihe Perbatasan Indonesia

33
Views
Lihat Semua