Dukung karya jurnalisme perbatasan Lintasutara.com
Lihat
LU TV

Politik Pragmatis; Kolonisasi Birokrasi – Kolonisasi Uang, Sosio Demokrasi?

Politik Pragmatis adalah Politik yang dijalankan secara instan guna mendapatkan kekuasaan, kerja Politik Pragmatis sering dikatakan melegalkan secara cara dalam sebuah persaingan Politik.

Kolonisasi artinya kemampuan mencipta sebuah koloni/kelompok masyarakat yang lebih banyak guna kepentingan tertentu. Birokrasi adalah perangkat Negara untuk menjalankan sistem pemerintahan sebagaimana mestinya atau sesuai dengan Undang-Undang.

Menurut Marx, Birokrasi merupakan Instrumen yang dipergunakan oleh kelas yang dominan untuk melaksanakan kekuasaan dominasinya atas kelas-kelas sosial lainnya. Birokrasi sangatlah kurang dalam hal imajinasi dan inisiatif akibat besarnya resiko pertanggungjawaban.

Kolonisasi Birokrasi sebenarnya lahir di era Orde baru masa pemerintahan Soeharto sering dikenal dengan bapak pembangunan karna program REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun).

Di era Soeharto, birokrasi dijadikan sebagai garda depan untuk membantu kemenangan dari Soeharto sendiri, bahkan demokrasi dinilai di kebiri dimasa itu karena demokrasi hanya menjadi formalitas semata. Kolonisasi cukup efisien dan efektif. Buktinya, Soeharto mampu mempertahankan kekuasaan selama 32 tahun, artian bahwa semua Birokrasi dibawah kendali beliau tanpa pengecualian karna diperbantukan Dwi Fungsi ABRI hingga para aliran Pro Demokrasi tidak sedikit yang meregang nyawa bahkan tidak ditemukan.

Setelah jatuhnya Soeharto dari kursi kepemimpinan sebagai orang nomor satu di Indonesia ternyata tidak menghilangkan seutuhnya akan peran Birokrasi dalam dunia politik, dikarenakan jabatan Politik masih sungguh ada dalam dunia Birokrasi sehingga para Birokrasi tak tanggung-tanggung ikut bermain guna mendapatkan posisi yang lebih tinggi.

Era Reformasi atau setelah kejatuhan Soeharto Undang-Undang terkait Birokrasi diperkuat dengan mencipta regulasi melarang Pegawai Negeri Sipil, Polri dan TNI untuk ikut andil dalam pertarungan politik karna dinilai tugas instansi tersebut adalah menjaga kedaulatan negara dan memberikan pelayanan publik.

Jika dicampur-aduk maka sangat berbahaya bagi posisi negara. Guna mengontrol akan hal tersebut negara terus berbenah diri dengan mencipta Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) sebagai lembaga yang dipercaya bisa menjadi garda depan guna mengetaskan akan persoalan tersebut.

Politik Pragmatis ternyata juga berbenah diri awalnya hanya mencipta kolonisasi Birokrasi dimasa Sosilo Bambang Yudhoyono (SBY) berubah menjadi kolonisasi uang. Artiannya, uang yang menjadi penghubung sekat-sekat yang ada pada masyarakat guna kepentingan Pemilu. Arus utama politik uang (money politics) atau diskursus jual beli suara umumnya menyoroti pemilih, khususnya pemilih kelas menengah kebawah yang begitu mudah mengadaikan suaranya dengan imbalan uang, sembako, ataupun materil lainnya (Hidayat 2009).

Money Politics dan peran birokrasi dijadikan sebagai hal utama untuk Dikawal oleh Bawaslu bahwa hal tersebut sangatlah rentan untuk tercipta. Nyatanya, kondisi masyarakat juga mampu terpolarisasi hingga dikata kolonisasi uang menjadi hal yang berhasil. Money politics atau politik uang masih masih menjadi rahasia umum bahwa hal tersebut masihlah ada hingga saat ini, bahkan terkesan menjadi suatu keharusan dalam pertarungan politik, masyarakat tidak tanggung-tanggung menyampaikan bahwa ia terpilih karena memiliki modal yang banyak.

Sosio Demokrasi?

Sosio Demokrasi adalah Demokrasi gagasan bung Karno bahwa dalam alam Demokrasi jangan hanya Demokrasi Politik semata melainkan Demokrasi pula dalam bidang Ekonomi. Hal ini tentu menjadi harapan jika dihubungkan dengan marwah Demokrasi yaitu menciptakan Kebebasan dan Kesetaraan. Sosio Demokrasi/Demokrasi berkemanusiaan menemukan kebuntuan dalam perdebatan teknis terkait penentuan pemimpin Negara.

Pasalnya, pola yang ditawarkan adalah Musyawarah mufakat yang dinilai kurang relevan dengan kondisi yang ada. Satu orang satu suara dinilai jauh lebih demokratis karna masyarakat diberikan ruang secara lansung untuk menentukan pilihannya ketimbang Musyawarah untuk mufakat ternilai absurd untuk bisa menyentuh akar rumput.

Sistem Pemilu masih bisa dipertahankan karna mendapat respon baik dari masyarakat dengan tolok ukur tingginya partisipasi politik, sekalipun hal inu menuai banyak kritikan. Posisi Pemilu di tahun 2024 dinilai melibatkan keduanya yaitu kolonisasi Birokrasi – Kolonisasi Uang dasar argumen ini adalah Pemilu 2024 masih adanya struktural pemerintahan yang terlibat aktif hingga politik uang yang menjadi rahasia umum ditingkatan masyarakat.

Dalam ketentuan atau perundang-undangan di Indonesia sangatlah benar bahwa memberikan hak Konstitusional bagi siapa saja untuk dipilih artinya anak Presiden sekalipun.

Olehnya itu Presiden dianggap tidak bersalah ataupun diberhentikan dari jabatannya bahkan berkampanye sekalipun selama kampanye diciptakan atas dasar Pribadi bukan sebagai Kepala Negara dan tidak mengganggu tugas dan tanggungjawab-Nya.

Lantas Apakah Hal Tersebut Tidak Menciptakan Masalah?

Jawabannya tidak dalam koridor Konstitusi dan iya dalam koridor Etika. Etika yang dimaksud adalah norma-norma yang ada dalam masyarakat. Artinya, sungguh tidak etis proses yang dijalani oleh seorang Gibran karena sangatlah pragmatis atau menghalalkan segala cara mulai dari putusan MK hingga para menteri yang ikut berperan aktif dalam melakukan kampanye. Hal yang lain adalah posisi Presiden jelas berpengaruh terhadap stabilitas, kapabilitas maupun propabilitas bagi seorang Gibran karna terlibat aktifnya jabatan struktural dalam mengkampanyekan Gibran.

Kolonisasi Birokrasi dan Kolonisasi Uang mampu mencipta sistem Oligarkis atau sebuah kekuasaan yang dipegang secara kekeluargaan. Sederhananya jabatan Politik tidak boleh hanya tersentral pada garis kekeluargaan saja, sungguh benar bahwa dasar penentu utamanya adalah rakyat namun koloni Birokrasi & koloni Uang jauh lebih mutakhir untuk merubah mindset masyarakat.

Memukul sistem oligarkis adalah mengaktifkan semua sektor guna mengontrol sistem Pemerintahan. Hasil Pemilu tidak perlu dikawal jika itu benar hasil daripada rakyat jelas tidak akan merubah apapun, jika masih mencipta kegelisahan dari hasil pemilu itu maka pemilu itu perlu dipertanyakan.

“Jika Kolonisasi Birokrasi dan Kolonisasi Uang masih terus tercipta, prinsip Demokrasi yaitu mencipta Kebebasan dan Kesetaraan hanya akan menjadi Slogan Semata”.

-Otoritarian Mencipta Kebebasan, Kebebasan Mencipta Kesenjangan dan Kesetaraan masih menjadi misteri-

Sumber :

  • Birokrasi & Politik di Indonesia (Prof. Dr. Miftah Thoha,MPA
  • Merancang Arah Baru Demokrasi (AE Priyono)
  • Pak Beye dan Politiknya (Wisnu Nugroho)
Bagikan:

Artikel terkait

Advertisement

Terpopuler

Heboh Dugaan Penganiayaan Wartawan, Ini Profil Kepala Stasiun PSDKP Tahuna: Martin...

Sangihe

Rokok Ilegal hingga Dugaan Penganiayaan Wartawan, Kepala PSDKP Tahuna Terjerat Kontroversi

Sangihe

Ferdy Sondakh Imbau Kader PDI-P Sangihe Bersabar

Sangihe

Dari Manado ke Panggung BPU Sangihe, Sanggar Teater Kavirsigers Bakal Sajikan...

Sangihe

Ferdy Sondakh Tegaskan Penentuan Ketua DPC PDI-P Hak Prerogatif Ibu Ketum

Sangihe

Terkini