Manado, lintasutara.com – Terkait penyampaian video viral pimpinan kami yang terhormat. Bapak Walikota Andrei Angouw (AA) yang mulai digiring ke ruang publik oleh beberapa politisi yang mencari panggung politik, sehingga menjadi ramai diperbincangkan diruang media sosial yang muaranya tak akan pernah berakhir.
Hal ini pun ditanggapi langsung dalam bentuk himbauan oleh Ketua Musyawarah Masyarakat Talaud (MUKAT) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) Meiky Taliwuna.
Taliwuna menghimbau kepada seluruh unsur masyarakat yang ada di Kota Manado dan Kabupaten Talaud, agar senantiasa marilah kita selalu mengedepan nilai-nilai persatuan dan kesatuan kita bersama.
Dan janganlah memberikan statment-statment yang bisa memperkeruh suasana.
Sebaiknya marilah memakai kacamata literasi dari pendekatan sisi budaya dan adat istiadat.
“Seperti nilai adat istiadat pengurus besar MUKAT yang sudah duduk bersama dengan Bapak Walikota Manado, sekaligus menghasilkan point-point penting, agar tidak ada lagi kegaduhan yang timbul dimasyarakat,” himbau Ketua MUKAT Sulut Meiky Taliwuna
Dalam kilas balik sejarah 23 Tahun Kabupaten Talaud, Taliwuna menuturkan.
Talaud, boleh dikata surga yang hilang. Era kolonial, menjadikan kawasan ini sekadar titik hisapan. Dimasa kemerdekaan menjadi batas yang cenderung dilupakan –yang disebut secara santun sebagai daerah tertinggal—, tertinggal dari model kebijakan pembangunan sentralistik yang mementingkan kawasan daratan dan perkotaan, dimana wilayah kepulauan menjadi anak tiri yang dilupakan.
“Pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) Kabupaten Talaud tidak datang dari kebijakan pemerintah pusat. Lebih dari 1 abad, orang-orang Talaud memperjuangkan itu, sejak masa kerajaan-kerajaan nusantara, hingga era pasca-proklamasi Pengangsaan Timur 17 Agustus 1945.
Baru pada 2 Juli 2002 perjuangan panjang itu berpucuk, membuahkan Talaud yang otonom, setelah melewati lika-liku benturan,” tutur Meiky Taliwuna saat melansir tulisan Iverdixon Tinungki yang dimuat oleh media barta1.com. Selasa (19/09/2023)
“Profesor Bellwood, peneliti dari Inggris berkebangsaan Swiss yang berdomisili di Australia dan juga dosen terbang dari Universitas Chambera, pada 1974 meneliti wilayah ini. Bellwood ingin mengungkap perjalanan panjang masyarakat yang mendiami gugus kepulauan tersebut. Tidak banyak ditemukan Bellwood, termasuk prasasti, tulisan-tulisan dan artefak. Namun beruntung, ia masih bersua peninggalan keramik dari cina di kuburan-kuburan tua, di gua-gua. Di arsip pusat arkeologi Nasional, Bellwood menyatakan benda-benda berupa keramik, kapak batu dan barang-barang peninggalan lainnya yang ditemukannya itu diperkirakan berusia 6000 tahun SM.
Ekspedisi Ferdinand Magelhaens (1511-1521) pernah tiba di kepulauan ini juga, dengan seorang kepala armada perahu layar bernama Santos. Ketika itu pulau Karakelang masih bernama Maleon, Sinduane untuk Salibabu, Tamarongge untuk Kabaruan, Batunampato untuk kepulauan Nanusa, dan Tinonda untuk Miangas. Sejak masa itu, perdagangan barter dan sistim monopoli perdagangan rempah-rempah oleh negara-negara Eropa telah membentuk koloni-koloni perdagangan, bertujuan memonopoli perdagangan rempah-rempah termasuk di wilayah gugusan kepulauan ini.
“Selain Spanyol dan Belanda, bangsa Eropa yang pertama kali tiba di wilayah ini adalah Portugis. Portugis menjadikan wilayah kepulauan Talaud sebagai wilayahnya agar penguasaan perdagangan rempah-rempah tidak terganggu oleh pedagang dari China, Persia, dan Gujarat dari India, maka rempah-rempah seperti cengkeh, pala dan lainnya dipindahkan penanamannya dari Talaud ke Ternate. Portugis berniat memusnahkan tanaman rempah-rempah dari kepulauan ini. Keserakahan era kolonial itu juga meninggalkan luka yang dalam bagi Talaud,” ungkap Taliwuna
Talaud membutuhkan aliran investasi, dan percepatan pembangunan berbagai proyek fisik. Masalah eksesibilitas menjadi kendala yang paling memusingkan kepala. Masalah ini tak saja datang dari peliknya mengurus transportasi laut, di daratan ada ratusan sungai mengangah.
“Mayoritas penduduk setempat bergantung pada mata pencaharian sebagai petani tradisional. Kontribusi pertanian pada pembentukan PDRB atas dasar harga konstan baru mencapai 51,64 persen dengan nilai ekonomi Rp 176 milyar. Sebaran area pertanian pangan seperti padi sawah dan ladang hanya terdapat di kecamatan Tampanamma, Melonguane, dan Rainis. Selebihnya tanaman palawija seperti jagung, ubi kayu dan ubi jalar,” katanya
Diungkapkan mantan Direksi Bank SulutGo ini, bahwa Hasil perkebunan seperti pisang produksinya 1.271,3 ton terkonsentrasi di daerah Gemeh, Melonguane dan Kalongan. Hasil tanaman kelapa 11.675,6 ton terkonsentrasi di Kecamatan Beo, Nunasa. Cengkeh 113 ton terdapat di Kecamatan Beo dan Kalongan. Pala 1.618 ton di Kecamatan Kalongan. Kakao 532 ton di Kalongan dan Melonguane. Sektor peternakan nyaris belum banyak bisa diharapkan. Ketika itu, jumlah populasi Sapi di Kepulauan Talaut hanya 2.126 ekor tersebar di Melonguane, Beo dan Tampanamma. Populasi Kambing dan Babi 2.678 ekor terdapat di Essang, Rainis dan Beo. Ayam Ras 13.750 ekor, Ayam Kampung 34.272 ekor dan Itik 1.835 ekor.
“Laju pertumbuhan ekonomi yang sebelumnya bervariasi dari 4 sampai 5 persen. Dalam dua tahun terakhir pertumbuhan ekonomi melonjak menjadi 5,29 persen.
Talaud dimekarkan berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2002 dengan ibukota Melonguane, terletak di pulau Karakelang. Luas wilayah 1.288,94 km2, berpenduduk 91.067 jiwa. Diperkirakan telah dihuni manusia sejak ± 6.000 tahun SM, dan membentuk kultur manusia kepulauan, kental dengan nilai kebaharian; “Sinsiote Sampate-pate”, menginspirasikan simbol kebersamaan, keberanian dan harapan di hadapan kesulitan. Juga kecerdasan yang gemilang, ambisi positif yang tinggi, dan keberhasilan,” ungkap Taliwuna
(Abe)