Petarung vs Badut

Petarung

Beberapa hari terakhir di Manado, dua lakon tersebut cukup viral. Multi tafsir terkait makna lakon tersebut membuat media sosial dan ruang publik menjadi ramai, dari makna opini populis hingga makna opini kontroversi.

Sebenarnya, Dua lakon di atas bisa di katakan adalah padanan yang antagonis. Petarung tak bisa bercanda ketika berada di medan laga yang penuh bahaya. Setiap saat, bahaya dan maut selalu mengintip mencari ruang serang ke tempat mematikan. Sehingga, seorang petarung harus selalu awas dan tak boleh lengah.

Berbeda dengan lakon seorang badut, badut tugasnya adalah melawak di depan audiens. Wajah yang di bedak dengan tebal, dandanan yang nyeleneh serta tingkah konyol di butuhkan agar menggelitik tawa audiens.

Seorang badut memainkan perannya dengan santai, riang dan kocak tanpa harus awas ada musuh menyerang. Badut memainkan atraksi kocak dan konyol dalam sebuah sirkus. Tempat yang berbeda dengan seorang petarung yang bertempur di medan laga.

Adalah hal yang fatal jika badut berada di garis depan medan laga. Dan, adalah hal yang konyol menempatkan seorang petarung di sebuah panggung komedi sirkus. Kondisi analogis tersebut kerap kali terjadi dalam realitas politik kekinian.

Para pemimpin publik yang harusnya menjadi pejuang hak rakyat malah menyajikan teladan buruk, bahkan kerap kali mereka lebih cocok menjadi pemeran dalam dagelan “Opera van Java”. Aksi saling jambak berebut kekuasaan jadi tontonan bagi publik yang ikut mentertawakannya.

Sebaliknya, di sisi lainnya, para pemimpin publik yang harusnya bisa menghidupkan atmosfer sejuk penuh bahagia bagi masyarakat. Tapi kenyataannya, malah menjadi sosok horor karena pola kepemimpinan ototiter. Dominasi kekuasaan menyuburkan “abuse of power”, dan “abuse of power” menjadi rahim haram yang melahirkan korupsi, kolusi dan nepotisme. Tak heran jika 100 kepala bandit membuat 1 kepala pejuang perubahan tak berkutik.

Saya teringat dengan sinetron lawas yang populer “Putri Yang Tertukar”, tapi lakon kali ini adalah “Peran Yang Tertukar”. Di mana petarung malah jadi badut, dan badut bermimpi di siang bolong mau jadi petarung.

Bagikan:

Artikel terkait

Tinggalkan Komentar

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terpopuler

Peluang dan Tantangan Menjadi Kepala Daerah di Kabupaten Kepulauan Sangihe: Pilkada...

Suara Redaksi

Beri Pesan Tegas Usai Lantik Pj Kapitalaung, Thungari: Pemdes Denyut Utama...

Sangihe

Refleksi Hari Kartini: Juita Baraming, Perempuan Sangihe yang Menata Harapan Lewat...

Sangihe

Pahlawan Tanpa Sorotan: Dari Laut Talise, Nelayan Menjemput Nyawa Sebelum Negara...

Kolom

Dilema Angka Stunting Sangihe

Suara Sangihe

Terkini