Kabupaten Kepulauan Sangihe Provinsi Sulawesi Utara memiliki 145 desa. Dalam nomenklatur pemeritah kabupaten, desa disebut kampung. Salah satunya Kampung Laine Kecamatan Manganitu Selatan.
Sebelum dimekarkan menjadi kampung, Laine (La La Ine) menjadi bagian dari Kampung Kaluwatu bernama Lindongan ‘Bedau Tompohe’.
Kampung Laine menjadi otonom secara pemerintahan hingga kini memiliki luas wilayah 1136 Km2, dihuni sebanyak 460 Kepala Kelurga (KK) 1416 jiwa didelapan lindongan.
Salah juga yang menarik dari Kampung Laine adalah mitos buaya putih, cerita rakyat yang melegenda. Selain keunikan dari legendanya, Laine terkenal sebagai rumah bagi logam mulia mendiami kandungannya yang diburuh dan dikeruk serampangan sejak tahun 80an hingga 90an bahkan hingga sekarang dengan metode tak ramah terhadap lingkungan dan rahim pertiwi.
Beberapa waktu belakangan ini, Kampung Laine kembali ramai diperbincangkan bahkan diberitakan media mainstream maupun menghiasi media sosial seantero negeri. Bukan karena keunikan, legenda atau kekayaan alam yang ada di perut buminya, tetapi kampung yang sudah dipimpin 11 Kapitalaung (Kepada Desa) ini, Rabu (25/1/2023) menjadi ‘kolam’ terendam banjir.
Data yang diperoleh menyebutkan, banjir akibat luapan air sungai merendam pemukiman 303 KK 1222 jiwa di 3 lindongan, sungguh memiriskan dan banjir kali ini terparah dalam 38 tahun terakhir. Lebih menyedihkan lagi, hampir setiap tahun kampung yang penduduknya didominasi laki- laki (731) ini mengalami musibah banjir dan hingga hari ini belum ada solusi konkrit dari pihak berkompeten agar masyarakat di kampung yang sempat menjadi tempat persembunyian putri raja Manganitu terbebas dari musibah banjir.
Jangankan mereka (warga) terbebas banjir, mitigasi bencana pun tak dimiliki instansi terkait daerah perbatasan yang tergolong rawan bencana ini.. sungguh terlalu…… Saat ini warga Laine seakan ‘dipaksa’ untuk menerima kenyataan kalau banjir merupakan ‘event’ tahunan yang harus diterima dan diantisipasi sendiri oleh masyarakat, bila terjadi (banjir); tanggap bencana, tanggap darurat, penanganan pasca bencana, pemulihan, rehabilitasi… dan seterusnya begitu terus.
Bila kita mengulik penyebab bencana alam ini, walaupun belum ada riset terkait hal ini dapat kita simpulkan salah satu penyebab banjir karena meluapnya air sungai yang mengalami pendangkalan karena sedimentasi sedikit banyak disumbang kerakusan tangan- tangan manusia yang hanya memikirkan keuntungan sendiri dalam mengeruk (tambang liar) kekayaan alam (emas). Pelan namun pasti dampaknya mulai ‘dinikmati’ terasa perih, menyayat dan menyakitkan rasa kita.
Sedikitnya musibah ini akan jadi perenungan bagi kita bahwa ungkapan; ‘Kita jaga alam, alam jaga kita’ tetap dipegang dan diimplementasikan. Kini, semua keunikan, kekayaan atau keindahan dan dari gisik manapun seakan sirna serta tidak memiliki arti apalagi daya tarik Laine…. Oh… Laine.
Mungkin lagu Ebiet G. Ade “Berita Kepada Kawan” bisa jadi perenungan dan menyadarkan kita untuk menjaga alam maka alam akan menjaga kita.