Penegakan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres No. 99 Tahun 2020 tentang Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Ranges Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Pada Masyarakat.
Penulis: Junaedy S. Lintong | Advokat Pada Lembaga Bantuan Hukum Manguni
Saya pribadi sangat mendukung pemerintah untuk menyukseskan program vaksinasi yang sedang berjalan di Tanah Air supaya segera terbentuk herd immunity sehingga diharapkan keadaan bisa kembali membaik.
Tetapi, tidak ada peraturan hukum yang benar-benar sempurna. Sehingga, sebagai manusia kita perlu belajar dari yang sudah ada dan yang akan ada.
Sebagaimana kita diketahui, Presiden Jokowi telah menerbitkan Perpres Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.
Perpres ini tentu untuk melaksanakan perintah Konstitusi sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 yang mengamanatkan: setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) ditegaskan: “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Kemudian dalam Pasal 5 ayat ayat (3) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan: “Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.”
Berdasarkan ketentuan inilah kita dapat melihat jika penyediaan vaksin merupakan sebuah kewajiban negara kepada rakyat. Dengan kata lain, di tengah pandemi ini setiap warga negara memiliki hak untuk menerima pelayanan kesehatan, sementara pemerintah memiliki kewajiban untuk memenuhi fasilitas layanan kesehatan dalam hal ini berupa penyediaan vaksin secara gratis.
Oleh karena itu, secara hukum tidak seharusnya pemerintah memaksakan hak rakyat itu menjadi suatu kewajiban. Karena hak boleh diambil boleh tidak dan jika hak itu tidak diambil tidak boleh ada sanksinya.
Pada Pasal 13A ayat (4) Perpres 14/2021 telah ditentukan: “Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima Vaksin COVID- 19 yang tidak mengikuti Vaksinasi COVID- 19 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikenakan sanksi administratif, berupa: a. penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial; b. penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan; dan/atau c. denda,”
Kemudian, pada Pasal 13B Perpres Nomor 14 Tahun 2021 juga ditentukan, bahwa warga yang menolak vaksinasi dikenai sanksi sesuai ketentuan Undang-undang tentang wabah penyakit menular (UU Nomor 4 Tahun 1984).
Akan tetapi hingga saat ini pemerintah belum menetapkan dan mensosialisasikan terkait kriteria yang bisa dijatuhi sanksi apakah mereka yang mengkampanyekan anti vaksin dan memprovokasi rakyat untuk ikut menolak vaksin atau mereka yang tidak ingin di vaksin karena masih ragu sehingga enggan untuk di vaksin atau masih sedang mempelajari terkait vaksin apa yang nantinya dirasa bagus untuk dia gunakan.
Dalam Pasal 14 UU ttg Wabah Penyakit Menular telah ditentukan, sanksi pidana dijatuhkan kepada mereka yang dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah berupa hukuman pidana penjara paling lama enam bulan dan maksimal satu tahun, dan sanksi denda senilai Rp500 ribu hingga Rp1 juta.
Nah, pertanyaannya siapa saja yang dimaksud menghalang-halangi penanggulangan wabah yang sedang terjadi sekarang ini? Apakah orang yang menolak atau belum ingin divaksin dapat digolongkan menghalang-halangi?
Menjadi tugas negara untuk mengedukasi rakyat agar mau divaksin bukan justru seakan mengancam dan menakut-nakuti rakyat lewat peraturan yang terkesan memaksakan “hak” diubah menjadi “kewajiban”. Peraturan hukum itu dibuat seharunya bertujuan membahagiakan rakyat bukan sebaliknya.
Oleh karena itu, bagi saya yang diperlukan saat ini adalah produk aturan turunan yang jelas dan tegas tentang kriteria penolak vaksin yang dimaksud sehingga tidak multitafsir yang kemudian menimbulkan penindakan yang berbeda-beda di tengah masyarakat.
Dengan wabah ini, masyarakat sudah terlanjur dibuat menderita jangan lagi di tambah dengan produk aturan yang multitafsir sehingga ketentuan Pasal 13A ayat (4) Perpres ini diharapkan tidak menyasar masyarakat secara membabibuta. Ada masyarakat yang makan sehari saja sudah susah artinya benar-benar membutuhkan bantuan pemerintah, jangan karena tidak ingin divaksin kemudian dikenakan sanksi.
Anehnya lagi, ada sebuah kasus yang belum lama ini terjadi, beredar vidio yang viral di media sosial seorang wanita yang hendak melayat suaminya yang baru saja meninggal dunia tapi, tidak diijinkan untuk terbang dengan alasan wanita ini belum divaksin. Kejadian ini diduga terjadi di bandara Sam Ratulangi Manado. Jika hal ini benar terjadi, tentu menjadi sebuah pengingkaran terhadap semangat berhukum yang pancasilais, yang berkeadilan. Seorang narapina saja memiliki hak untuk melayat keluargananya yang meninggal. Sepanjang ibu ini bisa membuktikan dirinya tidak terinveksi covid-19 dengan keterangan dokter seharunya ibu ini tidak boleh dicegat untuk melayat suaminya yang meninggal dunia. Dengan keterangan bebas covid dari dokter, berarti ibu ini membuktikan bahwa dirinya juga tidak ingin tertular virus covid 19 dan tidak ingin menularkan virus tersebut kepada orang lain.
Dengan kejadian ini muncul pertanyaan, ada apa dengan hukum di negeri ini? Apakah semua orang dipaksa harus di vaksin? Bahkan pemaksaan ini terjadi secara terang-terangan. Padahal menolak atau pun menerima vaksin adalah hak asasi setiap orang sehingga pemaksaan seperti ini seharusnya tidak terjadi di bumi Indonesia sebagai nagra hukum yang berdasarkan atas Pancasila. Mari kita sama-sama renungkan lagi, apakah peristiwa semacam ini manusiawi atau tidak? Jangan hanya menjadikan Pancasila sebagai lambang (sekedar benda mati).
Presiden tentu menerbitkan Perpres ini untuk tujuan yang mulia agar masyarakat dapat kembali hidup bahagia, damai dan tentram. Namun, dilapangan implementasinya terkadang bertolak belakang dengan harapan sebelumnya. Saya mengajak kita semua kembali berpikir yang rasional dan berkemanusiaan.
Sadar akan setiap kekurangan. Mohon dimaklumi. Semoga Indonesia dapat segera terbebas dari Wabah Covid-19. Pada akhirnya kepada Tuhan sajalah Sang Sempurna dan penentu jalan kehidupan manusia.