Global, LintasUtara.com – Jumlah kematian akibat COVID-19 di Brazil telah menembus angka 100.000 pada Sabtu (8/8/2020), dan terus bertambah pasca dibukanya kembali pertokoan dan rumah makan di sebagian besar kota di negara tersebut.
Menghadapi wabah paling mematikan sejak flu Spanyol seabad lalu, Brasil melaporkan kasus pertama Virus Corona pada akhir Februari.
Dalam waktu tiga bulan pasca kasus pertama, jumlah kematian akibat Covid-19 mencapai 50.000an orang, dan hanya 50 hari setelahnya bertambah lagi 50.000 kasus kematian.
Kementerian kesehatan Brazil, Sabtu (8/8/2020) melaporkan 49.970 kasus baru dan 905 kematian dalam kurun waktu 24 jam terakhir, meningkatkan jumlah kasus menjadi lebih dari 3 juta dan jumlah kematian menjadi 100.477.
Dengan meningkatnya jumlah kasus kematian ini menjadikan Brazil sebagai negara dengan angka kematian akibat COVID-19 terbanyak kedua, setelah AS.
Pasca ditemukannya kasus COVID-19 di Brazil, Pemerintah Brazil sebelumnya menganggap remeh penyebaran virus ini. Presiden Brazil Jair Bolsonaro pernah menyebut COVID-19 sebagai “flu ringan” dan dapat sembuh sendiri dengan hydroxychloroquine, obat anti-malaria yang belum terbukti dapat melawan virus Corona.
Kebijakan Presiden dalam merespon COVID-19 ini menyebabkan dua Menteri Kesehatan Brazil sebelumnya, yang mendorong Presiden untuk mempertahankan imbauan jaga jarak bagi masyarakat namun ditentang Presiden, akhirnya mengundurkan diri.
Alexandre Naime, Kepala Departemen Penyakit Menular Universitas Negeri Sao Paulo menyatakan bahwa Brazil belum sampai pada kasus puncak COVID-19 dan tidak dapat diprediksi kapan kasus kematian dapat berhenti.
“Kami tidak tahu di mana itu (angka kematian, red) akan berhenti, mungkin pada 150.000 atau 200.000 jumlah kematian. Hanya waktu yang akan menunjukkan dampak puncak COVID-19 di sini, “kata Naime dikutip dari Reuters.
Beberapa pakar kesehatan dan organisasi masyarakat telah memperingatkan Pemerintah bahwa Brasil masih belum memiliki rencana terkoordinasi untuk memerangi pandemi, karena banyak pejabat fokus pada “pembukaan kembali”, yang kemungkinan akan meningkatkan penyebaran penyakit dan memperburuk dampak dari wabah ini. (Redaksi)
Sumber: Reuters.